Seorang pebisnis atau entrepreneurship adalah orang yang mampu menghadapi ketidakpastian (uncertainty) dalam hidup. Begitu pula seorang investor maupun trader, mereka adalah orang yang mau mengambil risiko (risk-propensity) untuk menghadapi ketidakpastian dalam dunia investasi.
Kemudian pertanyaannya adalah, seberapa besar risiko yang bisa dihadapi? Apakah Anda adalah orang yang senang membeli saham-saham dengan pertumbuhan harga tinggi (growth stock) tapi belum pasti atau membeli saham dengan dividen tinggi, teratur dan pasti-pasti saja?
Jika Anda adalah tipe yang suka mendapatkan keuntungan pasti dan risiko rendah, maka Anda sudah menerapkan strategi yang disebut dengan bird in hand strategy. Berikut ini selengkapnya:
Apa Itu Strategi Bird In Hand dalam Trading Saham?
Dalam bisnis, bird in hand theory dapat diartikan sebagai membuka atau memulai bisnis dengan sumber daya yang sudah tersedia sebelumnya (pasti ada). Dalam investasi dan trading, bird in hand adalah strategi pembelian saham berdasarkan keuntungan yang pasti-pasti saja.
Dalam hal ini, investor yang menggunakan strategi ini cenderung membeli saham dengan tingkat dividen yield tinggi dan rajin membagikan dividen (pasti) dibandingkan dengan membeli saham yang memiliki pertumbuhan harga (capital gain) yang tinggi tapi tidak pasti (uncertainty).
Bird in hand theory ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1956 oleh Myron Gordon dan Eli Shapiro. Teori ini menyanggah pendapat sebelumnya dari Modigliani-Miller yang menganggap bahwa sumber keuntungan investasi tidak akan menjadi pertimbangan bagi investor.
Kebalikan dari teori ini adalah teori “Two (bird) in the bush”. Sesuai dengan namanya, dalam teori ini, investor berpotensi mendapatkan keuntungan (bird) yang lebih banyak, tapi keuntungan tersebut masih belum pasti (uncertainty) karena masih berada di masa depan (dibalik semak-semak).
Cara Kerja Bird In Hand
Terdapat beberapa konsekuensi strategi dalam menggunakan bird in hand theory, yaitu:
- Investor cenderung memilih saham dengan dividend payout ratio yang tinggi.
- Investor cenderung memilih saham dari perusahaan “mapan”, seperti perusahaan blue chip. Sebab, perusahaan seperti ini cenderung memiliki proporsi laba ditahan (retained earning) yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan baru yang masih tumbuh. Tingginya besaran laba ditahan seringkali berkorelasi positif dengan besaran dividen yang dibagikan kepada investor.
Misalnya, Pak Bardi memiliki dana sebesar Rp10.000.000 yang siap diinvestasikan dalam saham. Alih-alih membeli saham startup yang sedang nge-trend dan tumbuh dengan cepat, Pak Bardi memilih saham blue chip karena saham-saham jenis ini menawarkan dividen besar dan rutin setiap tahunnya. Akibatnya, Pak Bardi bisa mendapatkan pendapatan pasif setiap tahunnya dari dividen ini.
Kelebihan dan Kelemahan Strategi Bird in Hand
Strategi bird in hand cocok untuk investor atau trader untuk meminimalisir risiko fluktuasi harga saham di pasar. Karena dengan strategi ini, mereka akan mendapatkan pendapatan pasif yang relatif stabil. Selain itu, karena memilih perusahaan yang sudah mapan, pengguna strategi ini juga meminimalisir risiko terkait manajerial perusahaan maupun risiko terkait masalah pasar (market risk).
Akibatnya, investasi dengan gaya ini lebih aman dari fluktuasi di pasar. Ketika ekonomi sedang goyah misalnya, penurunan nilai value stock bisa turun kurang dari 1%, sementara growth stock bisa turun hingga 9% (Equity Compass 2022).
Namun, kelemahan strategi ini adalah keuntungannya relatif kecil. Harga sebuah growth stock bisa naik hingga 15% per tahun. Nilai ini tentu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan saham blue chip yang hanya bisa naik sekitar 5% per tahun. Hal ini membuat tidak jarang persentase pendapatan dari dividen tidak bisa mengalahkan inflasi, sehingga daya beli investor tetap sama saja di dunia nyata.
Contohnya, Anda membeli suatu value stock sebesar Rp1.000.000 dan growth stock dengan nilai yang sama. Jika kondisi pasar sedang baik, maka dalam satu tahun, aset Anda akan naik menjadi Rp1.050.000 untuk value stock dan Rp1.150.000 untuk growth stock (naik 15%). Tapi kalau pasar sedang kontraktif, nilai aset Anda bisa turun menjadi Rp990.000 untuk value stock dan Rp900.000 untuk growth stock (turun 10%).
Bird in Hand atau Two in Bush?
Memilih saham dengan potensi pertumbuhan yang tinggi (growth stock) atau saham yang menghasilkan dividen yang tinggi dan stabil? Secara teoritis, jawabannya tentu saja disesuaikan dengan tingkat risiko yang bisa Anda tanggung dan kemampuan Anda menganalisis saham.
Jika Anda ingin mendapatkan keuntungan besar dalam waktu yang relatif singkat dan bersedia menghadapi risiko yang besar pula, maka strategi two in bush dengan membeli growth stock akan lebih cocok. Sebaliknya, jika Anda ingin investasi dengan keuntungan yang lebih rendah tapi relatif aman, maka bird in hand lebih cocok. Tapi, pada dasarnya, Anda bisa menerapkan kedua strategi tersebut sekaligus dengan diversifikasi. Anda bisa menerapkan barbell strategy dengan membeli saham yang sedang tumbuh tinggi di satu sisi dan membeli saham risiko rendah di sisi yang lain. Menyeimbangkan dua strategi dengan kelebihan dan kekurangan yang berbeda penting untuk mendapatkan keuntungan investasi yang maksimal dalam jangka panjang.