Lompat ke konten
Daftar Isi

Wyckoff Pattern: Teori, Akumulasi, Distribusi

Teori Wyckoff Pattern

Selain Dow Theory dan Elliott Wave, teori lain mengenai analisis teknikal yang berkembang pada awal abad ke-20 adalah Wyckoff Pattern. Sebagaimana dua teori sebelumnya, teori ini juga diberi nama sesuai dengan nama pengembangnya: Richard Wyckoff. 

Richard Wyckoff adalah seorang editor konten-konten ekonomi dan investasi pada koran The Magazine of Wall Street. Beliau mengembangkan Wyckoff Pattern berdasarkan penelitiannya pada tahun 1930-an. Meskipun usianya lebih tua dibandingkan Indonesia, namun teori ini hingga kini masih dipakai. Bahkan, kini teori ini tidak hanya bisa diterapkan di pasar saham saja, melainkan juga pasar forex dan bahkan cryptocurrency.

Lantas, apa itu Wyckoff Pattern dan bagaimana penerapannya? Simak ulasannya berikut ini:

Pengertian Wyckoff Pattern

Wyckoff Pattern, disebut juga Wyckoff cycle, adalah pola pergerakan harga pada pasar saham secara keseluruhan. Pola ini berdasarkan pada analisis Richard Wyckoff terhadap supply dan demand yang bergerak di pasar saham pada waktu itu. 

Menurut Wyckoff, pergerakan pasar saham bisa dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase akumulasi, fase markup, fase distribusi dan fase markdown. Namun di tengah terjadinya 4 fase tersebut, harga pada pasar saham bisa jadi mengalami koreksi. 

Siklus Wyckoff

Berikut ini rincian beberapa tahap pasar sesuai dengan wyckoff pattern:

1. Fase akumulasi

Wyckoff cycle dimulai dengan fase akumulasi. Fase ini dimulai ketika investor berbondong-bondong membuka posisi yang sama pada suatu aset, sehingga harga aset tersebut naik atau turun dengan kuat. Menurut beberapa sumber, fase ini bisa diakhiri dengan adanya trend sideways pada harga aset tersebut. 

2. Fase markup

Fase ini menandai keberlanjutan trend yang ada pada fase akumulasi. Ini artinya, kalau demand pressure pada fase akumulasi kuat dan harganya naik, maka pada fase ini, investor lain akan masuk ke dalam pasar aset tersebut dan mendorong harganya untuk semakin naik lagi. 

Sebaliknya, kalau yang terjadi pada fase akumulasi adalah selling pressure lebih kuat dan harga aset turun, maka akan lebih banyak investor yang menjual asetnya. Akibatnya, penurunan harga aset semakin tidak terkendali. 

3. Fase distribusi

Fase distribusi terjadi karena banyak investor yang sebelumnya masuk ke dalam pasar mulai melakukan take profit. Akibatnya, harga aset tersebut gagal menembus harga tertinggi baru, sehingga mengalami pembalikan (reversal). 

Dalam kasus pasar sedang bearish, fase distribusi ini bisa terjadi ketika harga yang awalnya turun karena selling pressure yang kuat mulai membalik karena ada segelintir investor yang tidak melakukan cut loss. Oleh sebab itu, dalam beberapa kasus fase ini sering mirip dengan fase akumulasi. 

4. Fase markdown

Fase markdown atau downtrend terjadi ketika harga sebuah aset gagal mencapai titik tertinggi baru dan malah berbalik turun. Wyckoff menyebutkan bahwa penurunan ini akan lebih tajam dan pada akhirnya berakhir ketika pasar membentuk rentang perdagangan yang luas. Berakhirnya fase markdown ini menandakan terbentuknya fase akumulasi yang baru. 

Aturan-Aturan Wyckoff

Dalam penelitiannya, Wyckoff menemukan beberapa hukum atau rules yang menarik dalam dunia investasi, yaitu:

1. Pergerakan pasar dan harga sekuritas tidak akan benar-benar sama

Aturan Wyckoff yang pertama adalah pergerakan harga sekuritas dan nilai pasar sekuritas secara umum tidak akan benar-benar sama. Hal ini dalam artian, pasar hanya akan mengulangi 4 pola wyckoff di atas tapi dengan variasi harga, volume, dan konteks perdagangan yang tidak terbatas. 

Akibatnya, investor dan trader dituntut untuk awas dalam mengamati berbagai indikator teknis dan fundamental untuk bisa mendefinisikan instrumen yang mereka beli sedang dalam fase apa.

2. Signifikansi pergerakan harga sebuah instrumen hanya bisa diketahui dengan cara membandingkannya dengan nilai historisnya

Dengan kata lain, penting atau tidaknya pergerakan harga sebuah aset hanya bisa diketahui dengan melihat harga horisnya. 

Contohnya, apabila harga saham A naik dari 1000 ke 1500 per lembar hanya dalam waktu 1 hari. Kenaikan harga saham A bisa terbilang signifikan kalau dalam 1 minggu kebelakang harga saham tersebut hanya naik 100 atau 200 rupiah saja. Sebaliknya, kalau dalam periode yang sama dia naik 1200, maka kenaikan 1000 ke 1500 tidak bisa dibilang signifikan. 

Selain dua rules di atas, Alan Farley dari laman Investopedia juga menyebutkan kalau wyckoff menemukan 1 tambahan rules dalam pasar saham, yaitu trend rules. Wyckoff membagi trend ke dalam 2 jenis, yaitu berdasarkan jangka waktunya, dan bentuknya.

Berdasarkan jangka waktu, trend terbagi menjadi 3, yaitu trend jangka pendek, trend jangka menengah dan trend jangka panjang, Adapun berdasarkan bentuknya, trend terbagi 3 juga, yaitu trend naik (uptrend), trend turun (downtrend) dan sideways. Keberadaan teori trend ini mendorong ilmuwan lain untuk membangun berbagai indikator teknis dengan dasar trend harga. 

Metode Wyckoff

Selain menelurkan karya berupa penemuan siklus pasar modal dan berbagai rules-nya, Wyckoff juga menemukan metode atau tips untuk memilih instrumen pilihan. Berikut ini rangkuman metode Richard Wyckoff dalam memilih sekuritas pilihan:

1. Tentukan kondisi pasar secara keseluruhan

Langkah yang pertama adalah menentukan kondisi pasar secara keseluruhan. Kondisi pasar ini bisa ditentukan dengan cara menganalisis supply dan demand yang terjadi pada pasar sekuritas tersebut dan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Dalam kasus pasar saham di Indonesia, Anda bisa melakukan langkah ini dengan menganalisis supply dan demand IHSG. 

2. Pilih saham yang harganya bergerak searah dengan pergerakan pasar

Ini artinya, kalau IHSG sedang naik, maka Anda bisa memilih untuk berinvestasi pada saham yang harganya sedang naik juga. Bahkan, kalau bisa pilihlah saham yang tingkat kenaikannya lebih tinggi dibandingkan IHSG. 

3. Pilih saham yang sedang masuk fase akumulasi

Tips yang ketiga adalah Anda sebaiknya memilih saham yang sedang masuk fase akumulasi. Ini artinya, harga saham tersebut akan naik, sehingga menguntungkan Anda jika Anda membuka posisi long dan harga saham tersebut akan turun, sehingga akan menguntungkan Anda jika Anda adalah short seller. 

4. Pastikan kalau trend harga saham tersebut siap berubah

Kalau sudah memilih saham yang sedang masuk fase akumulasi, maka Anda harus memastikan kalau tidak lama kemudian trend harga saham tersebut akan berubah, entah itu naik atau turun. Caranya menentukannya adalah dengan menganalisis faktor teknikal dan fundamental yang melatarbelakangi saham tersebut. 

5. Biarkan pergerakan harga bekerja sampai mencapai keuntungan yang diinginkan

Dengan kata lain, investasi akan semakin menguntungkan jika dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Akan lebih baik jika Anda membeli saham yang sedang rebound ke atas dan berpotensi rally. Jangan lupa juga memasang level stop loss dan take profit ketika hasil analisis Anda menunjukkan kalau harga instrumen di pasar akan turun.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *