Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Yield to Maturity (YTM)?

Yield to maturity (YTM)

Dalam beberapa artikel yang lalu, penulis telah membahas mengenai istilah yield dalam obligasi. Secara sederhana, yield adalah potensi keuntungan yang akan diperoleh investor setelah mengakomodir faktor keuntungan dari harga instrumen tersebut saat diperdagangkan dan tingkat kupon yang bisa diperoleh oleh investor tersebut. 

Selain yield saja, pada artikel berikut ini penulis juga akan membahas konsep yang sama namun lebih advance lagi, yaitu yield to maturity (YTM) dan pengaruhnya dalam obligasi. Simak ulasannya berikut ini:

Pengertian Yield to Maturity (YTM)

Yield to maturity (YTM) adalah potensi yield yang dapat diperoleh dari sebuah obligasi jika dimiliki hingga tanggal jatuh temponya. Obligasi ini bisa dibelinya dari investor (di pasar sekunder), maupun langsung dari emiten (di pasar primer).

Sama seperti yield biasa atau current yield, YTM juga diperoleh dengan cara membagi arus kas yang masuk dari obligasi tersebut dan membaginya dengan harga obligasi tersebut di pasar untuk menentukan berapa keuntungan yang bisa diperoleh investor jika dia memiliki instrumen investasi tersebut dalam satu tahun. Selain itu, YTM juga ditampilkan dalam bentuk persen. 

Hanya saja bedanya adalah YTM menghitung nilai potensi keuntungan di masa depan dengan menggunakan metode present value. Ini artinya YTM berusaha menghitung “berapa nilai keuntungan di masa depan apabila dicairkan dengan nilai saat ini”. Oleh sebab itu, Jason Fernando dari laman Investopedia menyebutkan bahwa konsep YTM sama halnya dengan konsep Internal rate of return (IRR) yang digunakan dalam investasi obligasi. 

Rumus Yield to Maturity

Rumus Yield to Maturity adalah YTM= [(Kupon tahunan) + {(FV-Harga)/Maturity}] / [(FV+Harga)/2].

Keterangan:

  • Kupon tahunan = Nominal kupon tahunan yang harus dibayarkan oleh emiten obligasi tersebut
  • FV = Face Value atau harga obligasi tersebut ketika pertama kali diterbitkan.
  • Harga = Harga obligasi tersebut saat ini.
  • Maturity = Tanggal jatuh tempo atau sisa waktu antara Anda membeli instrumen tersebut saat ini dengan tanggal jatuh temponya.

Catatan:

Rumus ini digunakan dengan asumsi bahwa:

  1. Kupon yang didapatkan investor bernilai sama dengan current yield yang diperoleh saat ini. Perlu diingat bahwasanya nilai current yield tidak selalu sama, tergantung dengan nilai kupon dan harga obligasi yang berlaku saat itu. 
  2. Kupon tersebut akan diinvestasikan kembali oleh investor tersebut (tidak dicairkan).
  3. Investor tersebut tidak berniat untuk menjual obligasi miliknya kepada orang lain di pasar sekunder. 

Contoh Menghitung Yield to Maturity Obligasi

Sebagai contoh, Anda membeli obligasi A pada 1 Januari 2023 seharga Rp1.550.000. Obligasi tersebut diterbitkan pada 1 Januari 2022 dan akan jatuh tempo pada 1 Januari 2025. Harga awal ketika obligasi diterbitkan adalah Rp1.000.000 dengan kupon sebesar 6% per tahun. Berapa nilai YTM-nya?

YTM dihitung menggunakan rumus: YTM = [Kupon + {(Nilai Nominatif – Harga Awal) / Jangka Waktu}] / [(Nilai Nominatif + Harga Awal) / 2]

Maka YTM untuk obligasi tersebut adalah: YTM = [6% + {(1.550.000-1.000.000)/2}] / [(1.000.000+1.550.000)/2] YTM = (60.000 + (1.550.000 – 1.000.000) : 2) : (1.550.000 + 1.000.000) : 2) = 335.000 : 1.275.000 = 0,26274 atau 26%.

Meskipun perhitungan YTM pada dasarnya mudah, tetapi terdapat faktor diskonto seperti inflasi dan suku bunga yang dapat mempengaruhi nilai mata uang selama beberapa tahun. Oleh karena itu, investor disarankan untuk menggunakan kalkulator keuangan atau aplikasi spreadsheet untuk menghitungnya.

Selain itu, investor juga perlu memahami jenis obligasi yang akan mereka beli. Sebab tidak semua obligasi membayar kupon per tahun, ada obligasi yang tidak membayar kupon sama sekali (zero coupon bond), obligasi yang sebelum jatuh tempo bisa dibeli kembali oleh emiten (callable bond) dan berbagai jenis lainnya. Perbedaan ini membuat penghitungan YTM untuk masing-masing obligasi juga berbeda. 

Cara Menghitung Yield to Maturity di Spreadsheet

Sebagaimana yang telah tertulis di atas, yield to maturity (YTM) sebaiknya tidak dihitung manual, melainkan menggunakan kalkulator atau aplikasi spreadsheet. Berikut ini cara menghitung YTM menggunakan google spreadsheet:

  1. Siapkan data-data obligasi tersebut terlebih dahulu, mulai dari harga dan tanggal Anda membelinya, nilai kupon tahunannya, serta harganya pertama kali ditawarkan. 
  2. Masukkan formula YIELDMAT ke dalam sel. 
  3. Isikan data sebagai berikut:
    • Settlement: Tanggal pembelian.
    • Maturity: Tanggal jatuh tempo. 
    • Issue: Tanggal obligasi tersebut pertama kali diterbitkan. 
    • Price: Harga pembelian. 
    • Rate: Besaran kupon yang ditawarkan obligasi tersebut dalam bentuk nominal (bukan persentase).
  1. Klik enter lalu lihat hasilnya. 

Kegunaan Yield to Maturity dan Interpretasinya

1. Untuk menentukan apakah sebuah investasi baik atau tidak

Dalam perhitungan YTM terdapat setidaknya 3 komponen penghitungan, yaitu kupon, harga obligasi dan tanggal jatuh tempo. Dengan rumus ini, investor dapat menentukan kriteria investasi obligasi yang baik untuk mereka. 

Misalnya, untuk jangka waktu 10 tahun, mereka ingin mendapatkan obligasi seharga x dengan kupon Y supaya nilai perhitungan YTM investasi ini positif. Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwasanya konsep YTM sama halnya dengan konsep IRR yang mana nilai IRR yang baik adalah di atas 0. Semakin besar nilai IRR atau YTM, maka semakin baik pula investasi tersebut. 

2. Untuk membandingkan satu obligasi dengan yang lainnya

Saat ini ada puluhan atau bahkan ratusan produk obligasi ditawarkan dengan spesifikasi yang berbeda terlepas dari obligasi tersebut diterbitkan oleh pemerintah atau swasta. Nah, nilai YTM masing-masing obligasi ini dapat Anda jadikan pertimbangan, manakah obligasi yang cocok dengan keinginan Anda. 

Contohnya, ada obligasi A, B dan C dengan harganya masing-masing Rp1.000.000, Rp1.500.000 dan Rp2.000.000. Obligasi A menawarkan kupon sebesar 7% per tahun untuk jatuh tempo 10 tahun, obligasi B menawarkan kupon 6% untuk jangka waktu 5 tahun dan obligasi C menawarkan kupon sebesar 5% untuk jangka waktu 3 tahun. Semua obligasi tersebut masuk ke dalam non-callable bond dan menawarkan fixed rate coupon

Jika Anda mengejar keuntungan, tentu Anda akan memilih obligasi A. Namun sesuai konsep high risk high return, dalam jangka waktu 10 tahun tentu akan ada banyak ketidakpastian ekonomi yang bisa mempengaruhi harga instrumen tersebut. Oleh sebab itu, Anda menghitung YTM-nya, berikut ini:

Nama ObligasiYield to Maturity
Obligasi A6.90001
Obligasi B5.800013333
Obligasi C4.666683333
Memilih obligasi menggunakan YTM

Dari hasil penghitungan di atas, memang obligasi A terhitung lebih menguntungkan dibandingkan dengan obligasi B maupun C, sehingga Anda dengan mantap memilih instrumen investasi tersebut. Hal ini tentu akan berbeda jika ketiga obligasi di atas menawarkan tingkat kupon yang berbeda atau jangka waktu yang berbeda pula.

Perbedaan Yield to Maturity dan Coupon Rate

Meskipun sama-sama rasio keuntungan, namun YTM dan coupon adalah dua hal yang berbeda. Perbedaannya terletak pada sifat kedua variabel tersebut. Dalam hal ini, YTM adalah estimasi, sementara coupon rate bersifat pasti.

Besaran kupon umumnya sudah diumumkan oleh emiten ketika obligasi tersebut terbit. Meskipun ada kupon yang sifatnya fleksibel (mengikuti pergerakan suku bunga acuan), namun mayoritas kupon obligasi umumnya fixed (tidak berubah-ubah). 

Yield to maturity di sisi lain, adalah potensi keuntungan yang bisa diperoleh investor hingga akhir periode investasi setelah memperhitungkan kupon dan harga instrumen tersebut di pasar sekunder. Karena sifatnya memperhitungkan keuntungan di beberapa tahun kedepan dengan mempertimbangkan harga obligasi beberapa tahun kedepan yang juga tentunya tidak pasti, maka YTM bersifat estimasi (kadang salah, kadang benar). 

Nah, itu tadi pembahasan mengenai yield to maturity (YTM) dan bagaimana variabel ini penting dalam dunia investasi obligasi. Namun Anda perlu ingat, bahwasanya Anda juga perlu mempertimbangkan berbagai faktor lain selain YTM sebelum membeli instrumen ini. Sebab walau bagaimanapun, YTM tidak mencakup faktor-faktor yang tidak bisa dihitung, seperti prospek bisnis emiten, kondisi keuangan emiten, potensi resesi dan lain sebagainya. Selamat mencoba.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *