Lompat ke konten
Daftar Isi

Rasio Rentabilitas: Pengertian, Rumus, Jenis

rasio rentabilitas

Semua investor pasti ingin investasi yang mereka lakukan berhasil membuahkan keuntungan. Oleh karena itu, investor yang baik adalah investor yang memilih emiten dengan hati-hati. Salah satu cara untuk memeriksa apakah sebuah emiten menguntungkan atau tidak adalah dengan melihat kemampuannya menghasilkan laba. 

Cara untuk melihat kemampuan membuat laba ini tidak hanya dilihat dari seberapa banyak laba bersih yang diperoleh dalam satu periode waktu tertentu, tetapi juga dilihat dengan cara membandingkan seberapa besar modal yang dikeluarkan oleh emiten tersebut untuk menghasilkan laba tersebut. 

Sebab bisa jadi sebuah emiten berhasil mencetak laba Rp. 1 triliun tapi modal yang dikeluarkan Rp 950 miliar. Itu artinya, kinerja mereka kurang efektif. Nah, metode membandingkan laba dengan modal inilah yang disebut dengan rasio rentabilitas. 

Pengertian Rasio Rentabilitas

Rasio rentabilitas adalah rasio yang membandingkan antara laba sebuah perusahaan dengan modal yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Tujuannya adalah supaya investor tahu apakah kinerja perusahaan tersebut efisien atau tidak. 

Dalam bahasa Inggris, rasio rentabilitas juga sering disebut dengan basic earning power atau kemampuan perusahaan dalam mencetak laba dalam periode waktu tertentu terlepas dari kondisi internal dan eksternal yang bisa mempengaruhi operasional perusahaan.

Meskipun rasio rentabilitas sering dianggap sama dengan rasio profitabilitas, namun keduanya berbeda. Rentabilitas mengukur besaran laba bersih yang dihasilkan, sementara profitabiltas mengukur jenis dari laba yang didapatkan.

Rumus Rasio Rentabilitas

Rumus rasio rentabilitas adalah RR = (Earnings Before Interest and Taxes) / (Total Assets).

EBIT (Earnings Before Interest and Taxes) adalah laba perusahaan yang belum dikurangi pajak dan suku bunga pinjaman tapi sudah dikurangi biaya operasional. Ini artinya dalam rasio rentabilitas, biaya yang dipertimbangkan hanyalah biaya langsung seperti, gaji karyawan, perbaikan mesin, bahan baku dan lain-lain. 

Aset adalah seluruh sumber daya perusahaan yang diperkirakan bisa menghasilkan tambahan nilai di masa depan. Aset terbagi menjadi dua yaitu ekuitas (equity) yaitu modal perusahaan yang dari kantong pemilik sendiri atau investor dan utang (liabilities) yaitu sumber daya yang digunakan oleh perusahaan untuk beroperasi tapi dari sumber eksternal. 

Ini artinya, Anda sebagai investor tidak hanya harus memperhatikan perbandingan laba dengan modal (ekuitas) saja. Sebab, dalam industri tertentu seringkali perusahaan mengandalkan pembiayaan dari utang dibandingkan pembiayaan dari investor atau modal founder. 

Jenis-Jenis Rasio Rentabilitas

1. Gross profit margin (GPM)

Gross profit margin adalah rasio perbandingan antara laba kotor perusahaan dengan pendapatan perusahaan tersebut. Laba kotor diperoleh dengan mengurangi pendapatan operasional dengan biaya operasional seperti, biaya gaji, biaya bahan baku dan lain-lain. Rumusnya adalah:

GPM = (Pendapatan operasional- biaya operasional)/ pendapatan operasional. 

GPM = Laba operasional alias laba kotor/ pendapatan operasional. 

Misalnya, sebuah emiten mendapatkan pendapatan sebesar Rp. 21.000.000 pada tahun 2020. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan pendapatan pada tahun 2019 yang hanya sebesar Rp. 20.000.000. 

Di satu sisi, emiten tersebut mencatatkan beban operasional sebesar Rp. 19.500.000 pada tahun 2020 dan Rp. 17.000.000 pada tahun 2019. Maka dari itu, nilai GPM emiten tersebut adalah:

GPM 2020 = (Rp. 21.000.000- Rp. 19.500.000)/ Rp. 21.000.000= Rp. 1.500.000/ 21.000.000= 0,0714 atau 7,14%. 

GPM 2010 = (Rp. 20.000.000-Rp. 17.500.000)/Rp. 20.000.000= 2.500.000/20.000.000=0,128 atau 12,8%. 

Dari sini dapat disimpulkan bahwa kinerja emiten tersebut secara umum menurun pada tahun 2020. Sebab tingkat peningkatan beban operasional lebih besar dibandingkan tingkat kenaikan laba. 

2. Net profit margin (NPM)

Jika GPM memasukkan laba yang belum termasuk pajak, maka net profit margin (NPM) adalah rasio rentabilitas yang diperoleh dari perbandingan antara laba setelah pajak dengan total pendapatan. Rumusnya:

NPM = (Pendapatan operasional- biaya operasional- pajak)/ pendapatan operasional

NPM = Laba bersih/ pendapatan operasional. 

Selain pajak, Anda juga bisa menambahkan faktor pembayaran bunga pada persamaan ini. Sebab, tidak jarang perusahaan mengandalkan utang ke pihak ketiga seperti bank untuk membiayai kegiatan operasional mereka sehingga perusahaan tersebut harus membayar bunga pinjaman. 

Mari kita ambil pada contoh emiten di atas. 

Diketahui, emiten tersebut memiliki data keuangan sebagai berikut:

Tahun 2020:

Pendapatan : Rp. 21.000.000

Biaya operasional : Rp. 19.500.000

Pajak : Rp. 525.000

Tahun 2019:

Pendapatan : Rp. 20.000.000

Biaya operasional : Rp. 17.500.000

Pajak : Rp. 500.000

Maka, nilai NPM emiten tersebut dari masing-masing tahun adalah:

NPM 2020 : (Rp. 21.000.000- Rp. 19.500.000-Rp. 525.000)/ Rp. 21.000.000 =0,046 atau 4,6%. 

NPM 2019 : (Rp. 20.000.000-Rp. 17.500.000-500.000)/ Rp. 20.000.000= 0,1 atau 10%. 

3. Return on Investment (ROI)

Return on investment adalah salah satu matriks keuangan yang sering digunakan oleh investor untuk mengukur apakah investasi di sebuah perusahaan menguntungkan atau tidak. Investor bisa melihat nilai ROI melalui bagian ikhtisar laporan keuangan yang biasanya ada di bagian depan laporan tahunan sebuah perusahaan. 

Namun, jika Anda ingin menghitung ROI secara mandiri berikut ini rumus yang bisa Anda gunakan:

ROI = (Nilai investasi akhir- nilai investasi awal)/ nilai investasi awal.

Perlu diingat bahwa:

  1. Nilai investasi awal ini termasuk dengan biaya lain-lain seperti, biaya komisi saat membeli saham atau mengeksekusi proyek investasi perusahaan. 
  2. Nilai investasi akhir bisa termasuk dividen dan capital gain yang diperoleh investor atas investasi tersebut. 

Misalnya, Anda membeli saham perusahaan ABC sebanyak 1.000 lembar ketika harga saham perusahaan tersebut berada pada level Rp. 1000 per lembar nya. Satu tahun kemudian, harga saham perusahaan tersebut naik menjadi Rp. 1.200 per lembar dan Anda telah mendapatkan dividen sebesar 50 rupiah per lembar sebanyak 4 kali. Maka dari itu, nilai ROI Anda adalah:

ROI ABC = (((1.000×1.200)+(1.000 x 50 x 4)- (1.000 x 1.000) )/ (1.000 x 1.000)

ROI ABC = (1.200.000+200.000)- 1.000.000/1.000.000

ROI ABC = 1.400.000 – 1.000.000/1.000.000

ROI ABC = 400.000/1.000.000 = 0,4 atau 40%.

4. Return on asset (ROA)

ROA adalah matriks yang membandingkan laba bersih perusahaan dengan jumlah aset perusahaan tersebut. Indikator ini secara langsung menggambarkan seberapa efisien sebuah perusahaan dalam memanfaatkan aset atau sumber daya yang mereka miliki untuk mendapatkan keuntungan. 

Rumusnya adalah:

ROA = Laba bersih/ Total Aset

Atau

ROA = Laba bersih/Ekuitas + Liabilitas

Contohnya:

Diketahui laba bersih perusahaan CDE sebesar Rp. 140.000.000, total ekuitas perusahaan sebesar Rp. 500.000.000 dan liabilitas nya sama dengan Rp. 130.000.000. Maka nilai ROA perusahaan tersebut adalah:

ROA CDE = 140.000.000/500.000.000+130.000.000

ROA CDE = 140.000.000/630.000.000ROA CDE = 0,22 atau 22%.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *