Lompat ke konten
Daftar Isi

8 Rekomendasi Saham Jangka Panjang Terbaik (2023)

jangka panjang

Ciri-ciri saham yang baik untuk jangka panjang adalah saham tersebut memiliki nilai kapitalisasi pasar yang besar, likuiditas yang bagus serta memiliki kondisi fundamental yang baik. Kondisi fundamental baik di sini tidak hanya dari segi keuangannya saja, tetapi juga daya tahannya.

Sebuah saham dengan kondisi fundamental yang baik umumnya dapat bertahan dalam menghadapi krisis, baik itu yang disebabkan oleh kondisi internal maupun eksternal. Maka dari itu, tidak heran jika usia perusahaan penerbit saham ini bisa sangat panjang.

Berikut ini beberapa saham dari berbagai sektor yang cocok untuk Anda koleksi untuk kebutuhan jangka panjang:

1. BBCA

Status Bank BCA sebagai emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia belum goyah hingga kini. Hal ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, perusahaan ini merupakan bank swasta terbesar di Indonesia dan konsisten menghadirkan produk dan layanan terbaik selama puluhan tahun setelah berdiri.

Ini dibuktikan dengan kondisi keuangan BBCA yang meningkat selama 5 tahun kebelakang ini meskipun sempat ada kontraksi akibat pandemi. Dalam lima tahun kebelakang, pendapatan BBCA naik dari 63 triliun rupiah pada tahun 2018 menjadi 87 triliun rupiah pada tahun 2023. Laba perusahaan ini pada saat yang sama juga mengalami peningkatan dari 26 triliun menjadi 37 triliun rupiah.

Dengan kinerja keuangan yang mapan ini, maka tidak heran jika harga saham BBCA sejak IPO cenderung mengalami kenaikan meskipun sempat stock split beberapa kali. Per 7 Agustus 2023, saham ini dijual dengan harga Rp9.275 per lembar.

2. INDF

logo indofood (INDF)

Salah satu saham yang cocok untuk jangka panjang adalah saham yang masuk kategori non siklis. Hal ini karena pergerakan bisnis saham non siklis relatif tidak terpengaruh dengan kondisi perekonomian yang berlaku. Saham-saham konsumen (FMCG), khususnya yang memiliki brand presence yang kuat seperti Indofood adalah saham yang cocok. Pasalnya, produk-produk Indofood dibutuhkan oleh konsumen, khussunya Indomie yang bahkan menguasai sekitar 70% market share industri mie instan di Indonesia.

Tidak hanya dari segi kekuatan brand, INDF juga kuat dari lini produksi. Semua bahan produksi yang dibutuhkan untuk membuat mie, mulai dari gandum, tepung hingga minyak, dimiliki oleh INDF dan anak bisnisnya, sehingga bisa dikatakan kalau produksi perusahaan ini dari hulu ke hilir.

Maka dari itu, tidak heran jika ditengah gempuran pandemi covid19 dan isu resesi akibat kenaikan harga bahan baku, kenaikan pendapatan dan laba perusahaan ini terbilang stabil, meskipun ada penurunan 1 triliun di laba. Sedikit berbeda dengan BBCA, kenaikan pendapatan ini tidak diikuti dengan kenaikan harga saham. Dalam 5 tahun terakhir (2018-2022) harga saham INDF berubah-ubah dalam rentang Rp5.500 per lembar hingga Rp8.000 per lembar.

3. ICBP

Indofood CBP (ICBP)

Tentu tidak bisa menyebutkan INDF dengan tanpa menyebutkan ICBP, sebab keduanya sama-sama bagian dari Salim Group dan memproduksi produk yang menunjang satu sama lain. Dengan produk-produk seperti Qtla, Racik, air mineral Club hingga susu Indomilk, ICBP menghadirkan produk-produk konsumen yang dibutuhkan oleh konsumen dalam berbagai kondisi dan situasi.

Pada tahun 2022, pendapatan perusahaan ini juga mengalami peningkatan secara tahunan dari 56 triliun rupiah pada tahun 2021 menjadi 64 triliun rupiah pada tahun 2022. Hanya saja, laba perusahaan inipun mengalami penurunan yang lebih dalam dibandingkan dengan INDF, yaitu turun dari 8 triliun menjadi 6 triliun rupiah. Terlepas dari penurunan ini, ICBP adalah saham yang cocok untuk dikoleksi dalam jangka panjang, khususnya di atas 5 tahun.

4. TLKM

Selain sektor perbankan maupun produk konsumen, sektor lain yang patut Anda pertimbangkan untuk investasi jangka panjang adalah sektor telekomunikasi. Sebab, saat ini Pemerintah Indonesia sedang menggenjot pemerataan akses internet hingga daerah-daerah untuk menunjang ekonomi digital, sehingga membutuhkan berbagai infrastruktur layanan internet dan potensi investasi di sektor ini jadi besar.

TLKM adalah salah satu market leader di bidang ini. Sebagai perusahaan telekomunikasi tertua di Indonesia (sudah ada sejak zaman Hindia Belanda), produk yang disediakan oleh perusahaan ini bervariasi mulai dari jaringan internet individu, kantor dan rumah, hingga penyediaan layanan data center. Namun terlepas dari apapun jenis produk dan layanan tersebut, produk dan layanan dari Telkom tetap dibutuhkan dalam rangka membangun ekonomi digital.

Per 7 Agustus tahun 2023, saham TLKM dijual dengan harga RP3.680 per lembar. Meskipun secara historis harga ini bukan titik harga tertinggi TLKM, namun nilai ini sudah jauh lebih baik dibandingkan harga saham ini ketika awal pandemi lalu. Harga saham yang naik sayangnya tidak menggambarkan laba. Tingginya beban operasional dan non operasional yang harus dibayarkan oleh perusahaan ini membuat labanya menurun secara YoY dari 35,9 triliun rupiah pada tahun 2021 menjadi 27,6 triliun rupiah pada tahun 2022.

5. ASII

Anda ingin berinvestasi ke berbagai bidang sekaligus? Maka salah satu solusi yang bisa Anda coba adalah dengan berinvestasi pada perusahaan konglomerasi, seperti PT Astra International Tbk. Menurut laporan tahunan perusahaan ini pada tahun 2022, ASII tercatat memiliki 270 anak perusahaan yang bergerak di 7 bidang, yaitu otomotif, jasa keuangan, alat berat, pertambangan konstruksi dan energi, agribisnis, infrastruktur dan logistik, teknologi informasi, dan properti.

Beberapa contoh perusahaan yang berada di bawah naungan ASII, seperti PT Federal International Finance (FIFGROUP, multifinance), PT Astra Honda Motor (otomotif), PT United Tractors Tbk (pertambangan dan alat berat) dan masih banyak lainnya. Bahkan beberapa anak perusahaan ASII juga telah listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dengan lini bisnis yang luas ini, tidak heran jika ASII termasuk kedalam saham blue chip di Indonesia. Dari segi keuangan dan harga saham, kondisi perusahaan ini membaik setelah pandemi. Harga saham sudah mulai meningkat dari 3.900 rupiah per lembar pada awal pandemi menjadi Rp6.800 ketika tulisan ini dibuat. Nilai ini bukan nilai tertinggi sepanjang masa melainkan termasuk rentang harga tinggi untuk ASII setelah pandemi.

Peningkatan harga saham ini sesuai dengan peningkatan kondisi keuangan perusahaan. Pendapatan dan laba ASII bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan perusahaan ini sebelum pandemi. Ini artinya, saham ASII merupakan salah satu diantara sedikit saham yang mampu bertahan dan bahkan bounce back setelah terjadi krisis.

6. BBRI

Kembali ke sektor keuangan, saham lain yang patut Anda perhitungkan untuk jangka panjang adalah saham Bank BRI. Sektor keuangan memang salah satu sektor yang paling diuntungkan ketika perekonomian membaik. Apalagi saat ini tingkat financial literacy di Indonesia semakin tinggi.

Walaupun begitu, fokus bisnis antar bank bisa berbeda, sehingga tidak masalah jika Anda membeli dua saham perbankan sekaligus. BBRI dan BBCA misalnya. Bank BCA memang dikenal memiliki produk dan layanan yang bagus, namun akses bank ini relatif terbatas pada nasabah di perkotaan. Di sisi lain, Bank BRI bergerak dari akar rumput dengan fokus pada UMKM yang secara modal individual tidak besar namun apabila ditotal secara nasional sangat besar.

Apabila dilihat dari pergerakan harga saham dan laporan laba rugi perusahaan ini, bisnis BBRI cenderung bergerak ke arah positif dalam 5 tahun terakhir. Harga saham perusahaan ini memang sempat turun hingga Rp2.700 per lembar pada awal pendemi, tapi saat ini saham BBRI dijual dengan harga Rp5.700 per lembar yang mana nilai ini lebih tinggi dibandingkan harga saham BBRI bahkan sebelum pandemi.

Hal yang sama terjadi pada pendapatan dan laba perusahaan ini. Sempat turun di titik terendah pada tahun 2020, pendapatan dan laba BBRI bounce back dan bahkan menyentuh nilai tertinggi pada tahun 2022 lalu.

7. AMRT

Salah satu cara untuk membeli produk-produk INDF dan ICBP adalah melalui Alfamart. Yup! AMRT adalah kode saham dari perusahaan yang menaungi minimarket ini, yaitu PT Sumber Alfaria Triajaya. Sebagai perusahaan minimarket yang menyajikan kebutuhan sehari-hari masyarakat Indonesia, saham AMRT juga diperkirakan akan naik seiring dengan perbaikan ekonomi Indonesia dan adanya pemilu tahun 2024 nanti.

Secara garis besar, saham AMRT dalam 5 tahun terakhir mengalami trend peningkatan. Bahkan peningkatan ini terbilang cukup tajam sejak awal pandemi. Pada September 2018, saham perusahaan ini sempat dijual dengan harga Rp880 per lembar, akan tetapi hanya dalam waktu 5 tahun harga saham AMRT naik hingga 3,5 kali lipat hingga mencapai Rp2.780 per lembar.

Hal ini senada dengan pendapatan dan laba perusahaan ini yang relatif naik secara konsisten pada periode tersebut. Pendapatan dan laba AMRT pada tahun 2018 masing-masing sebesar 66,8 triliun dan 668 miliar, sementara pendapatan dan laba perusahaan ini tahun 2022 lalu mencapai 96 miliar rupiah dan 2,8 miliar rupiah.

8. BMRI

Nama Bank Mandiri sudah barang tentu tidak asing di telinga Anda. Tidak hanya Bank BUMN biasa, Bank Mandiri juga merupakan salah satu bank dengan nilai aset terbesar di Indonesia dengan total lebih dari 1.900 triliun. Bank yang lahir dari penggabungan 5 bank selama krisis moneter tahun 1998 ini memang relatif lebih cepat berkembang dibandingkan dengan BBCA atau BBRI yang notabene lebih “tua”. Hal ini karena BMRI memiliki fokus bisnis yang berbeda dari keduanya, yaitu fokus pada perbankan untuk korporasi.

Bank Mandiri juga memiliki jaringan bisnis yang luas. Perusahaan ini merupakan pemilik saham utama Bank Syariah Indonesia (BSI), memiliki lini bisnis multifinance dengan AXA Mandiri, lini bisnis sekuritas dengan Mandiri Sekuritas, pelayanan pensiun dengan Mandiri Taspen, layanan remitansi dan masih banyak lainnya. Dengan lini bisnis ini, maka tidak heran jika pendapatan dan laba BMRI tumbuh cukup stabil.

Pada tahun 2018, laba perusahaan ini mencapai 33,9 triliun rupiah. Sempat menurun hingga 18 triliun rupiah pada tahun 2020, kinerja bisnis Mandiri perlahan membaik 2 tahun setelahnya dan bahkan laba perusahaan ini mencapai 44,9 triliun rupiah pada tahun 2022 atau 5 triliun lebih tinggi dari laba sebelum pandemi terjadi.

Dengan peningkatan ini, maka tidak heran jika harga saham BMRI terus mengalami kenaikan hingga tembus Rp10.800 per lembar sebelum akhirnya melakukan stock split dengan rasio 1:2 pada April tahun 2023 ini. Apabila dilihat dari historis pergerakan harganya, secara keseluruhan saham Mandiri relatif terus mengalami kenaikan meskipun setelah aksi korporasi ini.

Nah, itu tadi daftar saham yang cocok untuk Anda koleksi dalam jangka panjang. Saham-saham tersebut merupakan konstituen dari indeks LQ45 atau indeks yang menaungi saham dengan nilai kapitalisasi pasar besar, fundamental bagus dan likuiditas bagus. Anda bisa lanjut membaca daftar saham second liner terbaik apabila harga saham-saham di atas dirasa mahal. Dalam daftar tersebut, Anda akan mendapati saham apa saja yang memiliki fundamental baik, likuiditas baik namun dengan market cap yang lebih kecil.

Melvern Pradana

Melvern Pradana

Melvern Pradana adalah seorang investor yang aktif menanam modal di pasar saham, cryptocurrency, P2P lending, dan reksa dana. Idolanya adalah Warren Buffett dan Peter Thiel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *