Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Risk Averse dalam Investasi?

Risk averse dalam investasi

Penting bagi seorang investor untuk mengetahui profil risiko yang dimilikinya. Profil risiko ini nantinya akan membantu investor tersebut untuk menentukan instrumen investasi yang cocok untuknya. Hal ini mengingat bahwasanya dalam investasi, tinggi rendahnya risiko yang harus ditanggung investor setimpal dengan potensi keuntungan yang akan diperolehnya (high risk high return). 

Salah satu istilah yang sering digunakan dalam menggambarkan tingkat risiko seorang investor adalah risk averse. Apa itu risk averse dan instrumen investasi apa saja yang sesuai dengan investor dengan profil risiko ini? Simak ulasannya berikut ini:

Pengertian Risk Averse

Secara bahasa, risk averse berarti menghindari risiko. Dalam istilah investasi, risk averse adalah investor yang cenderung berusaha meminimalisir risiko, entah itu dengan memilih instrumen investasi risiko rendah atau enggan mengeluarkan banyak uang sekaligus untuk membeli instrumen tersebut. 

Sebenarnya, istilah risk averse juga jamak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh mudahnya adalah ketika Anda naik motor. Orang yang memiliki sikap menghindari risiko cenderung akan naik motor dengan kecepatan standar (sekitar 40 km-60 km per jam), tidak lupa menggunakan helm, membawa SIM dan membawa STNK, meskipun sebenarnya jalanan sedang lengang dan tidak ada polisi yang berjaga. 

Dalam konteks investasi, investor yang risk averse cenderung menghindari instrumen dengan nilai drawdown yang tinggi, memiliki nominal minimal pembelian yang besar, menghindari membeli instrumen investasi secara asal-asalan dan lebih memprioritaskan keamanan modal daripada mendapatkan keuntungan. 

Investor dengan toleransi risiko risk averse akan mempertimbangkan banyak hal sebelum mulai berinvestasi. Istilah lain yang banyak digunakan untuk menggambarkan investor dengan tingkat risiko ini adalah investor konservatif, risk averter dan risk avoider.

Perbedaan Risk Averse dan Risk Taker

Kebalikan dari risk averse adalah risk taker. Investor dengan tipe risk taker adalah orang yang berani mengambil risiko. Bahkan tidak jarang investor yang seperti ini langsung berinvestasi dengan tanpa pertimbangan yang matang. Namun pada dasarnya, investor bertipe risk taker paham bahwasanya untuk mendapatkan keuntungan investasi yang besar, dia harus mengorbankan risiko yang besar juga. 

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, orang dengan tipe risk taker mudahnya adalah orang yang menikmati adrenalin ketika naik motor dengan kecepatan cukup tinggi dan tanpa peralatan keamanan yang cukup.

Dalam konteks investasi, investor jenis ini cenderung akan memilih instrumen investasi dengan potensi keuntungan yang besar, seperti saham atau yang lebih berisiko lagi, seperti trading forex atau cryptocurrency. Istilah lain yang juga banyak digunakan untuk menggambarkan investor jenis ini adalah investor dengan risiko agresif. 

Keuntungan dan Kerugian Menjadi Risk Averse

Kelebihan utama menjadi seorang investor risk averter adalah mendapatkan perasaan aman, nyaman dan tenang karena tidak harus menghadapi kerugian berlebih dan tidak perlu takut jika modalnya hilang. Selain itu, mereka juga relatif tidak mudah terjebak FOMO dan greed karena takut membeli instrumen yang naiknya terlalu tinggi dan disiplin dengan rencana yang telah dibuat.

Kekurangannya adalah potensi keuntungan yang bisa diperolehnya rendah juga dan tak jarang investor dengan tipe ini menunda-nunda untuk memulai investasi. Hal ini bisa terjadi karena mereka perlu mematangkan rencana investasinya terlebih dahulu dan mengatasi rasa takut mendapatkan kerugian akibat salah beli instrumen. 

Pilihan Investasi Yang Risk Averse

Jika Anda termasuk investor dengan tipe risiko ini, Anda tidak perlu khawatir untuk mulai berinvestasi. Sebab saat ini ada banyak instrumen investasi risiko rendah yang bisa Anda pilih. Diantaranya:

1. Investasi deposito

Investasi deposito adalah instrumen yang cocok untuk investor dengan tipe risiko risk averse karena:

  1. Instrumen ini dikelola oleh bank. Investor tidak perlu repot-repot memilih emiten atau debitur untuk mendapatkan modal dari uang ini. Bank akan memilih emiten atau debitur tersebut sesuai dengan kriteria yang telah mereka buat. Investor tinggal duduk diam dan mendapatkan keuntungan. 
  2. Mendapatkan keuntungan dalam bentuk suku bunga. Debitur yang mendapatkan pinjaman dari bank akan mengembalikan uang pinjaman beserta bunganya. Sebagian bunga tersebut akan masuk ke dalam kas bank sebagai pendapatan jasa, dan sebagian lagi akan masuk ke kantong investor sebagai pendapatan bunga. Persentase pendapatan bunga investor deposito ini umumnya lebih besar dibandingkan dengan pendapatan bunga yang diperoleh oleh pemilik tabungan biasa.
  3. Dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Karena bank merupakan institusi vital bagi perekonomian sebuah negara, maka simpanan di bank dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Oleh karena itu, apabila terjadi masalah pada investasi deposito, Anda bisa mengajukan klaim ke lembaga tersebut. 

2. Reksa dana pasar uang

Rekomendasi instrumen investasi yang cocok untuk investor tipe risk averse adalah reksa dana pasar uang (RDPU). RDPU cocok untuk investor jenis ini karena:

  1. Sebagian besar alokasi investasinya untuk instrumen pasar uang, seperti deposito, atau obligasi pemerintah. 
  2. Mendapatkan keuntungan. Umumnya, keuntungan investasi reksa dana pasar uang lebih besar dibandingkan deposito. Keuntungan ini berasal dari suku bunga deposito, kupon obligasi pilihan, dan dividen saham. Sebab, sebagian kecil dari RDPU akan dialokasikan untuk investasi saham pilihan. 
  3. Investor tidak perlu pusing-pusing memikirkan alokasi investasi. Pasalnya, RDPU dan produk reksa dana lainnya dikelola oleh manajer investasi, sebuah perusahaan yang berisi orang-orang ahli dan alat investasi canggih untuk memaksimalkan keuntungan investasi. 
  4. Banyak produk RDPU yang kini bisa dibeli hanya dengan Rp10.000. 

Hanya saja kekurangan instrumen ini dibandingkan deposito adalah reksa dana pasar uang tidak dijamin oleh LPS. 

3. Emas

Tidak hanya perhiasan saja, emas juga merupakan instrumen investasi yang banyak diincar oleh orang, khususnya kalau perekonomian negara dan dunia sedang bermasalah. Pasalnya, logam mulia yang satu ini banyak dipakai untuk berbagai kebutuhan, seperti untuk perhiasan dan berbagai industri meskipun jumlah produksinya terbatas. 

Emas cocok untuk investor konservatif karena:

  1. Mudah dipegang, dirasakan dan dilihat fisiknya. 
  2. Harga emas cenderung naik, khususnya pada investasi jangka menengah dan panjang. 
  3. Saat ini Anda bisa membeli emas digital mulai dari Rp10.000 saja. 
  4. Emas bisa diperjualbelikan di berbagai kanal, mulai dari Pegadaian, Bank hingga toko emas itu sendiri. 

4. Reksa dana obligasi

Reksa dana obligasi adalah jenis reksa dana yang sebagian besar alokasinya digunakan untuk berinvestasi pada obligasi atau surat utang. Pada instrumen yang satu ini, surat utang yang dibeli bisa berasal dari pemerintah maupun perusahaan. 

Sama seperti, reksa dana pasar uang, instrumen ini cocok untuk investor konservatif karena tidak perlu mengelolanya secara mandiri, dan investor akan mendapatkan keuntungan baik itu dari kupon, suku bunga maupun dividen sesuai dengan alokasinya. 

5. Obligasi negara

Instrumen terakhir yang cocok untuk investor risk averse adalah obligasi negara atau surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah pusat. Selain karena berpeluang mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan instrumen yang sebelumnya, investasi pada obligasi pemerintah pusat umumnya juga tetap akan dikembalikan ketika tanggal jatuh tempo sudah tiba.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *