Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Sistem Ekonomi Kapitalis? Pengertian, Contoh, dan Cirinya

sistem ekonomi kapitalis

Sistem ekonomi adalah sebuah sistem yang mengatur tata cara pelaku ekonomi baik itu pemerintah, individu, rumah tangga maupun perusahaan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Sistem ekonomi di sebuah negara bisa jadi berbeda dengan sistem yang digunakan di negara lainnya. Hal ini karena penerapan sistem ekonomi disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat negara tersebut. 

Salah satu sistem ekonomi yang paling terkenal adalah sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ini, hak kepemilikan individu atas sebuah aset bisa terjamin, namun demikian bukan berarti sistem ini merupakan sistem ekonomi terbaik. Mengapa demikian? Simak selengkapnya berikut ini. 

Pengertian Sistem Ekonomi Kapitalis

Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang menekankan pentingnya hak individu untuk memiliki dan mengatur suatu sumber daya produksi serta mendapatkan keuntungan darinya. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi komunis yang mana semua sumber daya produksi dimiliki dan diatur oleh negara. 

Dalam sistem ekonomi kapitalis, kegiatan produksi dan konsumsi akan bergerak secara otomatis sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran (market economy). Ini artinya, jika produksi atau supply terlalu banyak, maka harga barang akan turun, begitu pula sebaliknya. 

Sejarah Kapitalisme

Kapitalisme mulai berkembang di negara-negara Eropa pada abad ke-18 seiring dengan revolusi industri. Untuk memahami bagaimana sistem ekonomi ini bisa berkembang seperti saat ini, Anda perlu memahami sistem ekonomi yang ada sebelum kapitalisme terlebih dahulu, yaitu feudalisme dan merkantilisme. 

Feudalisme adalah sistem ekonomi yang mana sumber daya produksi dikuasai oleh bangsawan. Orang-orang yang bukan keturunan bangsawan, hanya bisa bekerja sebagai petani, pekerja domestik di tempat tinggal bangsawan tersebut atau pelayan. Alih-alih mendapatkan gaji, semua kebutuhan para pekerja ini menjadi tanggung jawab bangsawan yang mempekerjakan mereka. Akibatnya adalah, kesempatan orang-orang yang memiliki status sosial rendah untuk menjadi orang yang sejahtera dan mandiri menjadi sangat minim. 

Seiring dengan perkembangan zaman, feudalisme di Eropa lambat laun digantikan oleh merkantilisme. Merkantilisme adalah sistem ekonomi yang memungkinkan terjadinya perdagangan antar wilayah baik itu kota, provinsi atau bahkan negara, tapi secara terbatas. Negara dituntut untuk melakukan ekspor sebanyak mungkin dan impor sesedikit mungkin. Sistem ekonomi ini berkembang di Eropa pada abad ke-16 sampai ke-18. 

Pada abad ke-18 terjadilah revolusi industri. Dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt dan banyak penemuan lainnya, produksi barang dan jasa semakin besar, sehingga merkantilisme tidak cukup untuk membuat industri ini berkembang. Ekonom Inggris, Adam Smith melihat hal ini dan kemudian menerbitkan bukunya yang berjudul The Wealth of Nation pada tahun 1776. Sejak saat itulah sistem ekonomi kapitalisme mulai dikenal.

Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Kapitalis

1. Pengakuan terhadap hak dan kepentingan pribadi

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasanya dalam sistem ekonomi kapitalis, hak seseorang atau sebuah perusahaan untuk mendapatkan dan mengelola sumber daya produksi yang mereka miliki terjamin. Di satu sisi, hal ini akan membuat produsesn untuk terus menerus berinovasi namun di sisi lain apabila tidak diatur, hal ini justru akan menyebabkan kompetisi yang tidak sehat. 

2. Digerakkan oleh mekanisme pasar

Dalam sistem ekonomi kapitalis, interaksi antara produsen dan konsumen digerakkan oleh hukum permintaan dan penawaran. Para kapitalis tradisional (pengikut paham laissez faire) menganggap bahwa mekanisme pasar akan membawa kepuasan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat dan pasar akan memperbaiki dirinya sendiri. 

3. Minimnya intervensi pemerintah

Dengan anggapan bahwa pasar akan memperbaiki dirinya sendiri, para pengikut paham laissez faire atau kapitalisme murni menganggap bahwa pemerintah tidak perlu banyak intervensi. Namun the great depression membuktikan bahwa intervensi pemerintah tetap dibutuhkan dalam perekonomian yang paling bebas sekalipun.

4. Berorientasi pada profit

Salah satu ciri penting dari sistem ekonomi kapitalis adalah bahwa setiap pelaku ekonomi pasti berproduksi untuk mencari keuntungan. Hal ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan, tetapi juga lembaga nirlaba dan pemerintah. Dalam hal ini, pendapatan lembaga nirlaba diperoleh dari donasi masyarakat, dan dikatakan mendapatkan keuntungan jika jumlah pendapatan tersebut lebih besar dibandingkan dengan biaya yang harus mereka tanggung. 

5. Adanya kompetisi

Dalam sistem ekonomi kapitalis, kompetisi antar produsen maupun konsumen diperlukan. Sebab, adanya kompetisi ini memastikan bahwa setiap pelaku ekonomi melakukan hal yang terbaik yang mereka bisa dan mendapatkan kepuasan yang mereka inginkan. Kapitalis juga melarang adanya monopoli, baik itu oleh pemerintah maupun swasta. 

6. Kebebasan untuk memilih dan bertindak

Ciri lain dari masyarakat kapitalis adalah mereka memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, baik itu mengenai hal-hal yang bersifat ekonomi seperti investasi atau yang bersifat politis, seperti mengemukakan pendapat. Dalam sistem ekonomi ini, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap tekanan dari pemerintah untuk melakukan tindakan tertentu. 

Kelebihan Sistem Ekonomi Kapitalis

1. Menghargai hak-hak individu

Sistem ekonomi kapitalis menjamin setiap individu untuk bisa lebih bebas melakukan hal-hal yang mereka inginkan. Entah itu membuka perusahaan baru, berinovasi, mengemukakan pendapat dan lain sebagainya. Maka dari itu, tidak heran jika sistem ini berkembang bersamaan dengan perkembangan paham liberalisme individu. 

2. Mendorong adanya inovasi

Ketika hak-hak individu dijamin dan adanya kompetisi, maka individu atau perusahaan mau tidak mau harus melakukan inovasi supaya bisa sukses. Jadi, jangan heran jika setelah perkembangan sistem ini pada abad ke-18, inovasi-inovasi di bidang ekonomi mulai berkembang, seperti pembagian tenaga kerja (division of labor), penemuan-penemuan mesin dan teknologi penting dan lain sebagainya. 

3. Mendorong perubahan status sosial

Dalam feudalisme, masyarakat kelas pekerja tidak bisa berubah menjadi bangsawan sebab bangsawan ditentukan berdasarkan garis keturunan. Tapi dalam kapitalisme, semua lapisan masyarakat bisa berubah status sosialnya, tergantung dengan modal finansial maupun sumber daya manusia yang mereka miliki. 

Mari ambil contoh musisi rap di Amerika Serikat. Banyak musisi rap yang berasal dari masyarakat miskin. Namun dengan sistem kapitalisme yang diterapkan oleh Paman Sam yang melindungi hak-hak pribadi, termasuk hak cipta, kini banyak musisi rap yang memiliki kekayaan ribuan atau bahkan jutaan dolar AS.

4. Peningkatan taraf hidup

Seiring dengan perubahan status sosial, kapitalisme juga mendorong peningkatan taraf hidup. Ketika revolusi industri terjadi, banyak masyarakat yang terjebak dalam kemiskinan di desa berbondong-bondong ke kota untuk melamar pekerjaan, sehingga mereka memiliki taraf hidup yang lebih baik. 

5. Peningkatan pertumbuhan ekonomi

Semakin banyak inovasi yang dilakukan oleh masyarakat dan semakin baik taraf kehidupan masyarakat, maka ekonomi negara tersebut juga akan bertumbuh. 

Kekurangan Sistem Ekonomi Kapitalis

1. Ketimpangan kekuatan

Apabila tidak diatur, kapitalisme justru akan menimbulkan ketimpangan kekuatan (power) antara si kaya dan si miskin. Dengan semua sumber daya yang dimilikinya dan tanpa adanya batasan dari pemerintah, si kaya bisa saja menekan si miskin. Caranya misalnya, dengan memberikan gaji yang tidak sesuai dengan taraf hidup, membungkam kebebasan berpendapat dan lain sebagainya. 

2. Ketimpangan ekonomi

Sistem ekonomi kapitalis lambat laun akan memperbesar ketimpangan ekonomi, khususnya jika sistem ini tidak diatur dengan baik. Mengapa demikian? Hal ini karena sumber daya yang dimiliki oleh orang kaya bisa bersifat turunan dan justru malah berkembang. 

Misalnya, pada zaman penjajahan, Kakek Anda adalah seorang pemilik pabrik gula. Dengan pendapatan dan laba pabrik tersebut, beliau bisa menyekolahkan ayah Anda ke ITB pada dekade 1960-an, sehingga kini ayah Anda menjadi salah satu eselon di kementerian dan bisa menyekolahkan Anda ke luar negeri. 

Hal ini tentunya tidak akan terjadi apabila Kakek Anda hanya seorang petani pada dekade 1940-an. Dengan hanya menjadi seorang petani kala itu, bisa saja ayah Anda hanya sekolah sampai level SR (sekolah rakyat) dan kini menjadi pedagang atau ASN dengan golongan yang lebih rendah dibandingkan eselon. 

3. Tidak terjadinya mobilitas sosial

Pada awalnya, sistem ekonomi kapitalis bisa jadi menyebabkan pergerakan mobilitas sosial. Tapi apabila ada power imbalance dan economic gap seperti poin nomor 1 dan 2 di atas, tentu mobilitas sosial tetap akan susah terjadi. Sederhananya, jika dua hal di atas terjadi, akan sangat jarang orang miskin dan memiliki akses pendidikan minim bisa menjadi miliarder atau pimpinan perusahaan. 

4. Mendorong terjadinya persaingan yang tidak sehat

Dengan tingkat kompetisi yang tinggi dan tuntutan untuk terus mendapatkan keuntungan, pada tingkat tertentu sistem ekonomi kapitalisme justru akan menciptakan persaingan yang tidak sehat. Misalnya, predatory pricing, black campaign hingga monopolo. Oleh sebab itu, banyak negara yang saat ini memiliki komisi khusus untuk mengawasi persaingan usaha, termasuk Indonesia. 

5. Kerusakan lingkungan

Tuntutan untuk terus menghasilkan keuntungan pada akhirnya juga mendorong kerusakan lingkungan, khususnya di sektor-sektor tertentu seperti pertambangan, manufaktur atau industri bahan kimia. Hal ini juga termasuk kerusakan lingkungan dan sosial yang diakibatkan oleh tingginya perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). 

Contoh Sistem Ekonomi Kapitalis

Saat ini tidak ada negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis murni  laissez faire karena sejarah membuktikan pentingnya peran pemerintah dalam mengatur perekonomian. Setiap negara menerapkan sistem ini pada tingkat tertentu sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, termasuk China. 

Meskipun dikenal sebagai negara komunis/sosialis, China merupakan salah satu contoh penting bagaimana adaptasi sistem kapitalisme dapat membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selama pemerintahan Mao Zedong dari tahun 1949-1976, semua sumber daya produksi negara ini dimiliki oleh pemerintah, termasuk lahan pertanian yang kemudian dibagikan merata kepada petani. 

Jutaan petani ketika itu juga diminta untuk meninggalkan lahannya demi bekerja di pabrik-pabrik besi dan baja milik pemerintah. Di satu sisi, kebijakan ini dapat dikatakan adil karena masyarakat baik kaya maupun miskin pada akhirnya memiliki lahan dengan luas yang sama dan bekerja di pabrik yang sama juga, namun di sisi lain program ini menyebabkan jutaan atau bahkan belasan juta orang penduduk Tiongkok meninggal karena kelaparan pada 1959-1961. 

Masalah fundamental inilah yang kemudian coba diperbaiki oleh Deng Xiaoping sejak tahun 1979. Berbeda dengan Mao yang dikenal idealis, Deng dikenal sebagai pemimpin yang pragmatis. Deng tidak secara terang-terangan mengatakan kalau China adalah negara kapitalis, namun nilai-nilai kapitalis, seperti pengakuan terhadap hak kepemilikan pribadi, orientasi pada profit dan investasi luar negeri mulai dimasukkan. 

Dalam hal pertanian, Deng membebaskan petani untuk memilih tanaman yang akan ditanam. Hal ini berbeda dengan sebelumnya yang mana petani harus mengikuti peraturan pemerintah. Akibatnya, jumlah produksi bahan pangan selama masa pemerintahan beliau meningkat. Beberapa program Deng juga mendorong masyarakat China untuk membentuk UMKM atau bisnis rumahan demi menyerap tenaga kerja dan menggerakkan perekonomian. 

Dalam hal investasi, Deng mempercayai paham trickle-down effect membuat kawasan ekonomi khusus, seperti Shenzhen, Shanghai dan belasan kota lainnya. Di kawasan ekonomi khusus inilah, perusahaan-perusahaan swasta diberikan keleluasaan yang lebih untuk mengelola bisnisnya, termasuk menerima investasi dari investor asing. 

Namun demikian, China dalam masa pemerintahan Deng juga memiliki kontrol yang ketat terhadap kehidupan pribadi masyarakatnya. Salah satunya adalah dengan kebijakan “One Child Policy” yang kontroversial. Deng juga menerapkan kebijakan “Hukou System” dimana dalam sistem ini masyarakat China hanya boleh memiliki 1 tempat tinggal permanen saja supaya bisa mendapatkan berbagai fasilitas dari pemerintah. Kedua kebijakan ini diterapkan untuk mengontrol populasi dan mobilitas masyarakat di negara tirai bambu tersebut. 

Akibat dari kebijakan ini, pertumbuhan ekonomi China yang sempat minus pada tahun 1976 naik tajam hingga mencapai 15,19% pada tahun 1984 (Macro Trends). Ini artinya, seiring dengan penerapan kebijakan di atas, taraf hidup masyarakat di negeri bambu tersebut juga meningkat dari yang awalnya kesusahan untuk memenuhi kebutuhan pokok hingga saat ini bisa menggelontorkan investasi ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. 

Tapi kebijakan ini juga bukan tanpa efek. Selain masalah demografis yang disebabkan oleh kebijakan “One Child Policy”, tingkat ketimpangan pendapatan di China juga mengalami kenaikan sejak tahun 1985. Menurut penelitian dari Jiandong Chen, diperkirakan indeks gini negara tirai bambu tersebut pada tahun 1985 adalah 0,31 dan pada tahun 2010 nilai ini menjadi 0,45. Ini artinya, saat ini orang China yang sudah kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan tetap miskin. Lebih lanjut lagi, Beijing juga dikenal sebagai salah satu kota dengan polusi tingkat tertinggi di dunia.

Kapitalisme di Indonesia

Kapitalisme memiliki sejarah panjang di Indonesia, meskipun negara ini tidak menerapkan sistem kapitalisme murni. Sama seperti China, pada masa orde lama Indonesia juga merupakan negara miskin. 

Pada tahun 1963-1965, Indonesia mengalami hiperinflasi hingga 600% lebih. Selain itu, negara ini juga mewarisi utang Belanda sebesar 4,5 miliar gulden sebagai hasil dari kesepakatan di Konferensi Meja Bundar (KMB). 

Pada tahun 1967 pada akhirnya pemodal asing diperbolehkan masuk ke Indonesia dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Harapannya adalah, pendapatan yang diperoleh dari investasi asing dapat digunakan oleh pemerintah untuk membangun Indonesia melalui sistem trickle-down effect

Pada masa ini, pemerintah juga mulai membuka kembali Bursa Efek yang sekian lama tutup dan membuka diri terhadap perdagangan internasional (ekspor-impor). Pendapatan dari perdagangan internasional inilah yang kemudian digunakan oleh pemerintah orde baru untuk mengembangkan sekolah INPRES pada tahun 1973-1978, salah satu kebijakan orde baru yang paling berdampak hingga kini. 

Akibat dari kebijakan ini, status ekonomi Indonesia naik dari negara miskin menjadi negara berkembang. Menurut data dari Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sempat minus 2,2% pada tahun 1961 naik menjadi 7,8% pada tahun 1990. 

Sekali lagi sama seperti China, kebijakan ini juga memiliki dampak buruk untuk Indonesia. Pertama, penerapan kapitalisme dan perdagangan internasional membuat kerusakan alam Indonesia, apalagi negara ini hingga kini dikenal sebagai eksportir bahan dasar seperti batubara, CPO dan  (dulu) kayu. Kedua, indeks gini Indonesia juga meningkat. Pada 1984 diperkirakan tingkat ketimpangan di Indonesia adalah 0.33 dan data terbaru menunjukkan tingkat ketimpangan di negeri ini naik menjadi 0,379 (Bank Dunia).

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *