Lompat ke konten
Daftar Isi

Pengertian Cash Flow Per Share (CFPS) dan Cara Menghitungnya

Cash Flow Per Share

Untuk memulai investasi saham jangka panjang yang sukses, penting untuk menguasai analisis fundamental, dan salah satu metrik yang penting untuk dipahami adalah Cash Flow Per Share (CFPS).

CFPS berkaitan dengan pendanaan yang diterima oleh sebuah perusahaan. Artikel ini akan membahas definisi, fungsi, dan rumus CFPS.

Definisi Cash Flow Per Share (CFPS)

Cash Flow Per Share (CFPS) adalah metrik keuangan yang mengindikasikan kekuatan finansial sebuah perusahaan dan bermanfaat bagi investor. CFPS dihitung dengan membagi penghasilan perusahaan setelah dipotong pajak dan depresiasi dengan jumlah lembar saham yang beredar.

Sebelum memahami CFPS, penting untuk memahami apa itu arus kas perusahaan.

Arus kas adalah jumlah dana yang diterima dan dikeluarkan oleh perusahaan sebagai hasil dari aktivitas bisnisnya dalam periode tertentu. Arus kas masuk dapat berasal dari penjualan produk atau jasa, serta piutang dari pelanggan. Sedangkan arus kas keluar dapat berasal dari biaya produksi, sewa, tagihan bulanan, dan pembayaran utang dagang atau pribadi.

Dalam menghitung CFPS, semua data arus kas dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar. Nilai CFPS yang diperoleh tidak dapat direkayasa seperti nilai Earnings Per Share (EPS), sehingga dianggap lebih akurat dan dapat diandalkan. CFPS sering digunakan dalam analisis fundamental, berbeda dengan analisis teknikal yang menggunakan teknik seperti moving average.

Fungsi Cash Flow Per Share (CFPS)

Selain sebagai indikator kesanggupan perusahaan untuk membayarkan dividen, fungsi Cash Flow Per Share adalah:

  • Memudahkan perusahaan memprediksi kuantitas dan waktu yang diperlukan dalam mewujudkan target arus kas di waktu mendatang.
  • Membuktikan adanya perbedaan arus kas dengan laba bersih yang berasal dari kegiatan operasional.
  • Menunjukkan transaksi dalam satu periode, misalnya pendanaan dan investasi. Oleh karenanya perusahaan bisa melihat naik turunnya kinerja perusahaan untuk rujukan perbaikan di masa mendatang.
  • Mencegah terjadinya rekayasa keuangan yang bisa menurunkan reputasi perusahaan.

Perlu diingat bahwa

Rumus dan Cara Menghitung Cash Flow Per Share (CFPS)

Agar memperoleh besaran Cash Flow Per Share yang presisi, pengguna harus telah mengkalkulasi dengan detil aliran kas serta jumlah saham yang dijual ke umum.

Rumus Cash Flow Per Share adalah CFPS = (arus kas – dividen pilihan)/ (jumlah saham yang beredar).

Berikut ini adalah contoh perhitungan CFPS agar lebih memahami konsepnya:

PT. Berdikari memiliki arus kas sebesar Rp. 55 miliar selama kuartal ke-4, dengan pembayaran dividen preferen sebesar Rp. 6 miliar. Jumlah saham yang beredar di publik selama periode ini adalah 10 juta lembar. Berikut adalah perhitungan CFPS:

CFPS = (Rp. 55.000.000.000 – Rp. 6.000.000.000) / 10.000.000

CFPS = Rp. 4.900 per lembar saham

Dalam contoh ini, CFPS per lembar saham adalah sebesar Rp. 4.900, yang mengindikasikan bahwa PT. Berdikari menghasilkan arus kas sebesar itu per sahamnya selama kuartal ke-4. Hal ini dapat digunakan oleh investor dalam membandingkan nilai saham dengan harga yang ditawarkan dan membuat keputusan investasi yang lebih cerdas.

Price to Cash Ratio (P/CF Ratio)

Setelah menghitung nilai CFPS, langkah selanjutnya adalah menghitung rasio Price to Cash Flow (P/CF Ratio), yang merupakan metrik perbandingan arus kas. Rasio ini berbanding lurus dengan harga saham. Oleh karena itu, jika harga saham terlalu tinggi, maka perusahaan mungkin tidak dapat menghasilkan arus kas yang cukup.

Sebaliknya, upaya harus dilakukan untuk memperkecil rasio P/CF sehingga perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang lebih tinggi dan menarik minat investor untuk membeli saham. Berikut ini adalah metode untuk menentukan rasio P/CF setelah nilai CFPS diketahui.

Misalnya, pada 1 Juni 2019, PT. Berdikari menawarkan saham seharga Rp4.000 per lembar. Sementara itu, nilai Cash Flow Per Share sekitar Rp.500. Maka, nilai rasio P/CF PT. Berdikari dapat dihitung sebagai berikut:

P/CF Ratio = Rp.4.000/Rp.500

P/CF Ratio = 8

Dengan demikian, nilai P/CF atau perbandingan harga saham dengan arus kas per saham adalah 8 kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa saham PT. Berdikari dianggap overvalued. Namun, saham overvalued tidak selalu buruk, karena mungkin saja investor atau pasar percaya bahwa saham perusahaan itu layak untuk dihargai lebih tinggi dari harga normal.

Namun, jika nilai rasio P/CF di bawah 8, maka harga saham PT. Berdikari dianggap undervalued. Posisi undervalued sebenarnya memberikan peluang bagi perusahaan untuk memulihkan kepercayaan investor sehingga mereka bersedia membeli saham perusahaan.

Price to Cash Flow Ratio punya kegunaan yang hampir seperti Price to Earnings Ratio (PER), akan tetapi dilihat dengan sudut pandang berlainan. Kendati serupa, tetapi Price to Cash Flow Ratio punya kelebihan bila dibanding Price to Earnings Ratio. Penghitungan Price to Earnings Ratio berfokus pada saham undervalued atau overvalued dengan memperhatikan laba bersih yang tercantum dalam laporan laba rugi.

Meskipun di berbagai kondisi, mungkin saja Laporan Laba Rugi terdapat non-cash earnings misalnya depresiasi dan amortisasi, revaluasi aset tetap, dan  selisih kurs mata uang asing. Itu tentu  berdampak pada total laba bersih. Dengan begitu jika memakai Price to Earning Ratio maka akan kurang valid. Anda juga bisa mengombinasikannya dengan Return on Equity.

Jadi nilai CFPS merupakan ukuran harga saham perusahaan yang linear dengan harga saham. Bilamana angka CFPS tinggi maka harga saham pun akan berpotensi meningkat. Nilai CFPS pun mempengaruhi berapa investor mesti mengeluarkan sejumlah dana untuk arus kas perusahaan.

Kenapa CFPS lebih bagus dibanding EPS dalam valuasi saham? EPS atau Earning Per Share yaitu Penghasilan per Saham merupakan indikator profitabilitas favorit yang diandalkan para investor dalam melihat besaran laba yang akan diberikan untuk pemegang saham publik. Itu didapatkan dengan membagi keuntungan net perusahaan dengan total rata-rata tertimbang saham yang dimiliki publik.

Sebaiknya Cash Flow Per Share dikombinasikan dengan berbagai rasio keuangan lainnya, termasuk cash ratio dan EBIT.

EBIT merupakan keuntungan bersih yang dihitung sesudah perusahaan memperoleh pemasukan atau penjualan. Tidak sedikit perusahaan yang memperoleh penjualan namun dibayar secara hutang sehingga arus kas masuk pun nol.

Namun itu menambah pemasukan perusahaan. Di samping itu, EBIT diperoleh sesudah dipotong biaya penyusutan serta amortisasi atau biaya non-tunai. Keuntungan bersih berikutnya dihitung sesudah mengurangi bermacam biaya tak rutin dan tak teratur. Seluruh faktor tersebut bisa mengurangi angka laba bersih secara artifisial. Di samping itu, EPS mudah direkayasa lewat manipulasi akuntansi.

Misalnya: PT. Berdikari punya produk inovatif yang mempunyai biaya produksi rendah dengan permintaan yang besar. Dengan fakta tersebut, manajemen perusahaan pun melakukan pendanaan besar-besaran dengan membangun lini produksi, mendirikan gudang, lalu memasarkan produk. PT. Berdikari mengeluarkan 100.000 saham ekuitas seharga Rp.10 per lembar saham sebagai sumber biaya untuk investasi tadi.

Permintaan produk PT.Berdikari memang tinggi sebagaimana yang diharapkan, namun sebagai pemain baru, sebagian besar penjualan produk itu dilakukan secara kredit. Lalu dikarenakan biaya depresiasi kecil maka besaran keuntungan (laba bersih) terlihat tinggi di awalnya.

Akan tetapi selanjutnya perusahaan mulai kehabisan uang tunai di kas. Perusahaan kini mesti mengurangi volume produksi, memangkas biaya, atau malah membuat hutang, yang akibatnya menambah pos biaya yang harus dibayarkan.

Melvern Pradana

Melvern Pradana

Melvern Pradana adalah seorang investor yang aktif menanam modal di pasar saham, cryptocurrency, P2P lending, dan reksa dana. Idolanya adalah Warren Buffett dan Peter Thiel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *