Sama seperti bisnis pada umumnya, investasi pada instrumen apa pun termasuk saham juga ada kalanya untung dan ada kalanya rugi. Ada waktunya harga saham naik sehingga menghadirkan keuntungan bagi investor dan ada waktunya juga harga saham menurun sehingga investor merugi.
Fenomena penurunan harga aset inilah yang dinamakan dengan koreksi dalam dunia keuangan dan investasi.
Apa itu Koreksi?
Koreksi adalah fenomena penurunan harga saham. Sebuah saham dikatakan sedang mengalami koreksi apabila harganya turun lebih dari 10% dibandingkan dengan harga tertinggi sebelumnya.
Misalnya, harga saham A turun dari Rp5.000 per lembar menjadi Rp.4.500 per lembar, maka saham tersebut bisa dikatakan masuk ke dalam fase koreksi.
Meskipun naik turun harga adalah fenomena yang umum terjadi, namun tak urung fenomena koreksi ini membuat trader dan investor menjadi was-was. Sebab, tidak menutup kemungkinan penurunan ini terjadi dalam jangka waktu lama sehingga pasar membentuk trend bearish dan membuat investor rugi atau terjadi dalam waktu singkat sebelum rebound sehingga memberi kesempatan investor untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.
Contohnya adalah ketika rata-rata harga saham konstituen indeks S&P turun hingga -57% selama 517 hari akibat krisis finansial Amerika Serikat pada tahun 2006-2010 atau ketika IHSG turun dari 6.200 jadi 4.100 pada awal-awal covid19 masuk Indonesia.
Cara Memperkirakan Tanda Akan Terjadi Koreksi
Koreksi saham itu pasti akan terjadi, cuma investor dan trader tidak bisa memastikan kapan fenomena tersebut akan terjadi, apa penyebabnya dan berapa besarannya. Adapun yang bisa dilakukan investor dan trader hanyalah memperkirakannya.
Lantas, bagaimana cara memperkirakan tanda akan terjadinya koreksi?
1. Dengan analisis fundamental
Cara yang pertama adalah dengan menganalisis faktor fundamental khususnya berita-berita bisnis dan ekonomi yang dalam jangka pendek bisa membuat harga saham sebuah perusahaan atau indeks saham sebuah negara bisa turun. Misalnya, penemuan varian covid-19 yang baru, monkeypox atau penyakit menular lainnya.
Analisis fundamental juga bisa Anda lakukan dengan membaca penelitian-penelitian mengenai pasar modal yang ada. Misalnya, menurut pemberitaan CNBC, rata-rata koreksi pada indeks saham S&P 500 hanya berkisar 13% dan berakhir dalam waktu 4 bulan sementara publikasi di Charles Schwab, dari data pasar saham Amerika Serikat selama tahun 1974-2020, hanya ada 5 kali penurunan nilai index yang bisa menembus angka 20% dan menjadi bear market. Sisanya hanyalah koreksi.
Menurut Investopedia, koreksi pada sebuah pasar saham juga bisa diperkirakan dengan cara membandingkan indeks yang ada pada pasar saham tersebut misalnya dengan membandingkan indeks LQ45 dengan indeks ESG leader. Sebab, umumnya indeks yang nilainya tidak maksimal akan segera disusul dengan indeks yang lain.
2. Dengan analisis teknikal
Jika Anda adalah seorang trader, tentu menunggu koreksi selesai selama 4 sampai 5 bulan sebagaimana analisis fundamental di atas gunakan pasti akan sangat menyiksa. Oleh karena itu, mayoritas trader akan menggunakan berbagai indikator teknis untuk memperkirakan kapan koreksi jangka pendek akan terjadi.
Misalnya, menggunakan indikator oscillator untuk memperkirakan fase oversold akan terjadi dan kira-kira berapa nilainya. Adanya oversold sedikit banyak merupakan sinyal akan terjadinya koreksi mengingat ini artinya banyak trader atau investor yang menjual sekuritas terkait tapi tidak ada yang mau beli (bull). Akibatnya, harga penjualan menurun.
Berapa Lama Koreksi Berlangsung?
Dalam trading harian, koreksi sebuah saham saham bisa terjadi dan berakhir kapan saja karena proses transaksi yang cepat. Lain halnya apabila koreksi yang dimaksud terjadi dalam jangka panjang sehingga menimbulkan bear market.
Dalam artikel yang dipublikasikan oleh perusahaan sekuritas Charles Schwab di atas, umumnya koreksi pasar yang mengakibatkan pada indeks saham S&P 500 berjalan kurang lebih selama 15 bulan atau 446 hari dengan rata-rata penurunan sebesar -38,4%. Hal ini berdasarkan analisis pergerakan harga indeks saham tersebut sejak tahun 1966-2022.
Di sisi lain, bull market terjadi dalam durasi rata-rata 2068 hari atau sekitar 68 bulan dengan rata-rata imbal hasil mencapai 209,2%. Hasil analisis ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa investor jangka panjang disarankan untuk tetap “keep calm and stay” ketika terjadi koreksi pada pasar saham.
Cara Menghadapi Koreksi
1. Memahami kalau koreksi adalah fenomena yang umum terjadi dalam pasar saham
Tidak ada investasi yang pasti menghasilkan keuntungan secara terus menerus. Begitu juga dengan saham. Bahkan untuk beberapa trader, adanya koreksi dalam saham bisa digunakan untuk mengambil keuntungan dengan melakukan transaksi short selling.
Dengan memahami kalau koreksi harga saham bisa terjadi kapanpun dan berapapun, maka Anda akan mengambil keputusan yang logis dan tidak mengambil keputusan karena FOMO. Lantas, apa keputusan yang logis itu? Contohnya, Anda selalu memasang stop loss pada setiap perdagangan yang Anda buka dan terus disiplin pada level stop loss tersebut.
2. Memahami penyebab adanya koreksi
Sebagai investor atau trader, Anda sebaiknya tahu penyebab kenaikan atau penurunan harga sebuah saham. Tujuannya adalah supaya Anda bisa memperkirakan apakah penurunan harga instrumen tersebut akan berlangsung dalam jangka panjang atau tidak.
Oleh sebab itu, ketika harga saham yang Anda miliki turun hingga lebih dari 10%, sebaiknya Anda duduk terlebih dahulu dan mencari penyebab penurunan tersebut. Apabila ternyata penurunan harga tersebut juga terjadi pada saham perusahaan lain atau bahkan pasar secara keseluruhan, maka tidak menutup kemungkinan koreksi akan terjadi dalam jangka waktu lama.
Koreksi lama ini bukan berarti Anda harus menjual saham yang Anda miliki sebab tidak menutup kemungkinan Anda akan mendapatkan keuntungan berlipat jika koreksi berakhir. Yang perlu Anda lakukan adalah melakukan beberapa penyesuaian pada trading plan.
3. Restrukturisasi Portofolio
Seringkali koreksi menjadi alarm bagi investor dan trader pemula mengenai tingkat toleransi risiko mereka yang sebenarnya. Banyak investor yang melakukan investasi secara agresif menemukan bahwa mereka sebenarnya tidak terlalu suka risiko ketika koreksi terjadi.
Sebaliknya, tidak jarang investor yang mengira dirinya moderat ternyata bisa menoleransi tingkat risiko yang lebih tinggi dengan dollar cost averaging saat harga saham terkoreksi. Oleh sebab itu, fase koreksi adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi profil toleransi risiko dan menyusun ulang portofolio investasi yang Anda miliki.
Kesimpulannya adalah koreksi pada pasar saham harus ditanggapi dengan kepala dingin sebab fenomena ini adalah fenomena yang umum terjadi. Tujuannya adalah supaya Anda dan investor lainnya dapat menentukan keputusan yang logis dan meminimalisir risiko kerugian dengan sebaik mungkin.