Lompat ke konten
Daftar Isi

Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Investasi

Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Investasi

Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Investasi

Salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh investor dalam memilih instrumen investasi adalah kebijakan moneter. Hal ini khususnya jika investor tersebut memilih instrumen investasi dengan menggunakan pendekatan top down approach yaitu pendekatan pemilihan instrumen yang mendahulukan aspek ekonomi makro. 

Sebelum membahas mengenai bagaimana kebijakan ini dapat mempengaruhi investasi secara umum maupun dalam pemilihan instrumen, sebaiknya Anda tahu terlebih dahulu apa itu kebijakan moneter.

Pengertian Kebijakan Moneter 

Kebijakan moneter adalah bagian dari ekonomi makro yang mengatur berbagai variabel moneter, seperti inflasi, suku bunga acuan, jumlah uang yang beredar dan lain sebagainya. Di Indonesia, kebijakan ini dikelola oleh Bank Indonesia. 

Terdapat beberapa “alat” atau instrumen kebijakan ini, yaitu:

  1. Kebijakan pasar terbuka (open market policy). Dalam kebijakan ini, Bank Indonesia memperjualbelikan surat berharga negara (SBN) dengan bank dan lembaga keuangan lainnya sesuai dengan kebutuhan. 
  2. Perubahan suku bunga acuan (discount policy). Bank Indonesia menetapkan perubahan suku bunga acuan untuk bank-bank umum. Suku bunga acuan ini disebut dengan BI7DRR Lambat laun, perubahan suku bunga ini juga akan mempengaruhi suku bunga simpan pinjam di bank dan lembaga keuangan lainnya. 
  3. Giro wajib minimum (reserve requirement). Giro wajib minimum adalah sejumlah dana yang harus disimpan oleh bank umum di rekening giro Bank Indonesia. Semakin tinggi proporsi giro wajib minimum, semakin sedikit pula jumlah dana pihak ketiga (dana dari nasabah penyimpan) yang dapat disalurkan dalam bentuk kredit. 

Masing-masing instrumen tidak hanya akan mempengaruhi iklim di pasar uang di Indonesia, melainkan juga bisnis dan investasi secara umum. Untuk memahami bagaimana transmisinya, Anda bisa melanjutkan membaca. 

Dampak Kebijakan Moneter Ekspansif Terhadap Investasi

Kebijakan moneter kemudian terbagi lagi menjadi dua, yaitu kebijakan moneter ekspansif (expansionary monetary policy) dan kebijakan moneter kontraktif (contractionary monetary policy). Pada jenis yang pertama, bank sentral menambahkan jumlah uang yang beredar di masyarakat, sehingga roda perekonomian kembali berputar. Biasanya dilakukan ketika ekonomi suatu negara sedang mengalami perlambatan. 

Kebijakan moneter ekspansif ini dilakukan dengan cara mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pinjaman bank dan mendorong bank untuk mempermudah akses pinjaman tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan giro wajib minimum, menurunkan BI7DRR dan membeli kembali (buyback) SBN yang ada di bank umum. 

Pada investasi dan bisnis, hal ini berdampak pada:

  1. Suku bunga tabungan yang rendah. Penurunan BI7DRR  pada akhirnya akan menurunkan suku bunga di bank umum, termasuk suku bunga tabungan dan deposito. Akibatnya, keuntungan yang diperoleh oleh nasabah penyimpan di bank juga menurun. 
  2. Penurunan imbal hasil obligasi. Banyak obligasi yang menerapkan sistem kupon floating atau flexible rate. Ini artinya, kupon atau tingkat imbal hasil obligasi tersebut mengikuti perubahan BI7DRR. Kalau suku bunga yang ditetapkan oleh BI menurun, maka nilai kuponnya juga menurun. 
  3. Kenaikan harga obligasi. Secara teoritis, suku bunga acuan berkorelasi negatif dengan harga obligasi, ini artinya kalau tingkat suku bunga BI menurun, maka harga obligasi akan naik, begitu pula sebaliknya. 
  4. Harga saham akan naik. Hal ini bisa disebabkan setidaknya oleh dua hal. Pertama, dengan kemudahan akses pinjaman bank, perusahaan bisa mendapatkan pinjaman dengan lebih mudah. Akibatnya, operasional perusahaan juga bisa lebih lancar dan menguntungkan. Kedua, dengan rendahnya imbal hasil dari tabungan, deposito dan obligasi, maka tidak heran jika banyak investor beralih ke saham, sehingga harga saham ketika terjadi kebijakan moneter ekspansif cenderung akan naik. 
  5. Penurunan harga emas. Sama seperti obligasi, emas umumnya dianggap sebagai instrumen investasi safe haven yang baru akan dipilih jika ekonomi tidak menentu atau stagnan dan harga saham juga mandeg. Ini artinya, kalau saham sedang rally naik, maka kemungkinan besar investor emas akan beralih ke saham. Akibatnya, harga emas akan menurun. 

Dampak Kebijakan Moneter Kontraktif Terhadap Investasi

Kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Kebalikan dari kebijakan moneter ekspansif di atas, kebijakan ini dilakukan dengan cara meningkatkan BI7DRR, meningkatkan giro wajib minimum dan menjual surat berharga negara (SBN) ke perbankan. 

Biasanya, kebijakan ini diterapkan ketika pertumbuhan ekonomi dianggap terlalu cepat, sehingga menimbulkan inflasi yang tinggi. Dalam beberapa kasus, kebijakan ini juga diterapkan ketika inflasi meningkat akibat karena adanya faktor lain selain pertumbuhan ekonomi dan karena adanya kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar. Kebijakan ini diterapkan supaya peningkatan inflasi bisa direm, dengan demikian, ekonomi makro bisa lebih stabil. 

Adapun dampak kebijakan ini terhadap masing-masing instrumen investasi adalah:

  1. Tabungan dan deposito menjadi lebih menarik. Hal ini karena peningkatan suku bunga acuan (BI7DRR) juga akan meningkatkan suku bunga simpanan. Lain dari pada itu, simpanan dan deposito perbankan juga merupakan instrumen investasi dengan risiko paling rendah. 
  2. Imbal hasil obligasi akan meningkat. Ketika sebuah obligasi menerapkan sistem floating rate, maka kenaikan suku bunga ini akan meningkatkan kupon obligasi. Hal ini tentu tidak berlaku pada obligasi yang menerapkan sistem flat rate
  3. Harga obligasi menurun. Hal ini khususnya untuk obligasi yang telah diterbitkan sebelum kenaikan suku bunga. Sebab, dengan kenaikan suku bunga dan kupon, banyak investor akan beralih untuk membeli obligasi yang baru terbit karena menawarkan kupon yang lebih tinggi. 
  4. Peningkatan harga emas. Dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti, maka tidak heran jika investor beralih dari investasi tinggi risiko seperti saham, ke instrumen investasi yang lebih rendah risiko seperti emas. Maka dari itu, tidak heran kalau harga emas akan naik. 
  5. Saham. Kenaikan BI7DRR  umumnya digunakan ketika inflasi sedang tinggi. Guru besar Manajemen UGM, Prof. Eduardus Tandelilin dalam buku beliau yang berjudul Portofolio dan Investasi (Teori dan Aplikasi) (2010) menyebutkan kalau inflasi berkorelasi negatif dengan harga saham. Sebab kenaikan harga barang-barang secara serentak atau inflasi akan membuat biaya produksi sebuah perusahaan akan meningkat dan apabila peningkatan biaya ini tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan, maka laba perusahaan akan menurun. Akibatnya, kepercayaan investor terhadap saham perusahaan tersebut akan menurun juga.

Disclaimer

Respon industri investasi terhadap kebijakan moneter di atas masih bersifat teoritis. Dalam prakteknya, pengaruh kebijakan moneter terhadap masing-masing instrumen investasi seringkali tidak menentu. Misalnya, pada pandemi covid19 lalu, penurunan suku bunga acuan dari 4,5% menjadi 3,5% justru diikuti dengan kenaikan harga saham sekaligus dengan kenaikan harga emas. 

Hal ini karena adanya beberapa faktor di lapangan yang membuat hasil transmisi kebijakan moneter bisa berdampak lain. Pertama, adanya jangka waktu yang dibutuhkan dalam penerapan kebijakan ini supaya bisa berdampak dengan sempurna. Kedua, adanya faktor psikologis masyarakat, seperti literasi keuangan dan kemampuan masyarakat dalam mengambil keputusan ekonomi yang tepat.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *